Dari Software House ke Product Company

Photo by HiveBoxx on Unsplash

Dari Software House ke Product Company

Sebuah pengalaman sekaligus opini tentang pindah kerja ke tech product company

Mau menulis pakai Bahasa dulu kali ini.

Sebenarnya ide tulisan ini sudah ada cukup lama tapi belum ada waktu untuk menulisnya (alasan saja). Niatnya terpantik lagi setelah lihat ada cuitan di X kemarin tentang apakah software developer yang kerja di software house / konsultan IT bisa ke product company gede macem GoTo, Bukalapak, dll.

Saya paham keresahannya karena saya mengalaminya sendiri.

Latar Belakang

Udah kayak nulis proposal aja ada latar belakang.

Anyway, sebenarnya secara karir saya tumbuh di software house. Walaupun awal kerja ada di product company tapi saya di-assign pada divisi yang ngerjain custom project yang tak ubahnya vendor software house selama kurang lebih 1 tahun.

Saya bergabung di software house kecil sebagai web developer yang waktu itu isinya cuma freshgrad 2 orang dan 2 orang founder, tambah saya jadi 5 orang.

Pertanyaannya, kenapa gak coba gabung ke perusahaan yang lebih gede malah milih ke perusahaan macem gitu?

  • Skill issue. Saya gak jago programming, bahkan sebelum ke situ saya gak lolos interview dan test karena gak bisa JQuery. Untungnya masih ada yg mau nerima skill saya apa adanya.

  • Insight belum luas, gak kebayang juga mau daftar ke tech company yang besar.

  • Realistis saja dengan skill yang dimiliki, target saya waktu itu cukup ada tempat bagaimana saya untuk terlibat di project-project yang gak terlalu besar dan aman buat saya belajar. Saya melihat potensi itu di kantor yang saya ambil offer-nya.

Skip, skip. Untungnya kami mengalami fase berkembang yang cukup cepat terutama setelah merger dengan perusahaan yang lebih gede. Dari 5 orang jadi 30an dalam jangka waktu kurang dari 5 tahun. Dari project random dan CRUD remeh-remeh ke project modelan product startup sampai bikin aplikasi finance gede yang terintegrasi ke ERP. Dari coding serampangan, sampe ada engineering standard tentang bagaimana deliver project yang gak cuma jadi usable software tapi bagus secara kualitas teknis yang diberikan.

Tidak terasa 5 tahun di sana, 2 tahunnya step up di manajerial sebagai engineering leadership. Enjoying the moment.

Product Company? Sounds Interesting

Selain ada alasan personal yang membuat saya akhirnya cabut, alasan lain kenapa saya pengen merasakan kerja di product company adalah:

  • Project is project. Begitu selesai ya diserahkan ke pemilik lalu lanjut mengerjakan project lain. Begitu terus siklusnya. Ketika selesai kita tidak tahu impact-nya, tidak pula merasakan bagaimana software itu nantinya tumbuh. Saya pengen merasakan bagian dari software yang tumbuh dan bisa memberikan manfaat itu.

  • Tidak ada kesempatan membuat internal product perusahaan.

  • Masih berasa skill issue karena pekerjaan berkutat di situ-situ saja terlebih setelah 2 tahun di manajerial merasa skill teknis sudah tidak relevan. Akhirnya pengen balik jadi IC lagi.

  • Pengen punya pengalaman dan insight lain bagaimana handle traffic gede atau merawat software yang digunakan oleh banyak orang. Salah satunya ya cari perusahaan yang bikin produk atau SaaS.

Perjalanan Dimulai

Akhirnya apply ke beberapa perusahaan teknologi yang berbasis produk. Walaupun years experience udah agak lama dan pernah di engineering leadership, tapi di skala perusahan kantor saat itu saya jujur gak pede mau apply di big tech, unicorn, atau decacorn karena tech stack yang dipake itu-itu aja dan pasti gak masuk radar mereka.

Tapi ini sekarang saya sadar kalo mindset gini salah ya. Daftar mah daftar aja, kalo misal beruntung sampe test atau interview kan lumayan tambah insight gimana perusahaan gede itu melakukan rekruitment yang akhirnya bisa jadi pengetahuan berharga saat mau melamar di tempat lain.

Karena berusaha realistis, makanya saya apply ke role non senior dan tech stack yang masih sejalan. Sempat tembus sampai user interview di salah satu ed tech gede, tapi gagal waktu interview design system dan saya akuin masih lemah di situ karena efek ngerjain project-project yang seringnya belum pernah ada case sampe scalability yang aneh-aneh.

Hamdalah akhirnya masuk ke salah satu perusahaan commerce di MY yang jumlah engineernya belasan. Mereka butuh leadership experience saya untuk bantu bikin struktur dan engineering culture yg lebih baik.

Ekspektasi saya cukup terbayar walaupun cuma 1,5 tahun dan kebanyakan war time. Tapi setidaknya saya punya pengetahuan di product development, handle incident, feature toggle, implementasi RFC, belajar infra, belajar managing request dari stakeholder, belajar coding yang gak cuma mikir clean code tapi gimana biar performance kejaga, pokoknya banyak.

Hingga akhirnya saya cukup pede untuk ambil role senior di kerjaan setelahnya.

Kesimpulan

  • Ya, SWE di software house pun ada kesempatan untuk ke product company atau bahkan ke big tech sekalipun.

  • Kalau yang tipe ambisius kejar aja, banyak cara grinding dan networking biar bisa sampai tembus ke big tech. Tapi buat yang mau realistis misal berangkat dari perusahan kecil, jangan putus asa. Cari product company yang kecil pun gak ada masalah, siapa tau dari situ berkembang atau malah jadi batu loncatan ke karir yang lebih gede lagi.

  • Setiap pilihan ada konsekuensinya. Kalau pada akhirnya memutuskan stay di dunia project ya tidak ada paksaan apalagi kalau masih merasa bisa berkembang di tempat itu. That's still a good thing.

  • Saya paham ada keresahan tentang menjadi irrelevant terutama di tech winter ini. Butuh usaha lebih untuk bisa "sundul langit" tapi kalau mau slow pace juga itu pilihan anda.

Enjoy your career!